Senin, 04 Mei 2009

ARTIKEL INOVASI PRODUK:


INOVASI PRODUK
DENGAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT
SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MENCAPAI PERFORMANCE EXCELLENCE BASED ON MBNQA


Oleh
Drs. RUSDIYANTORO ST, MT
Program Studi Teknik Industri

Orasi Ilmiah pada Sidang Terbuka Senat
Dalam rangka Yudicium tahun akademik 2008 / 2009
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI, UNIVERSITAS PGRI ADIBUANA SURABAYA
1 Mei 2009

1. PENDAHULUAN
Pada saat ini kompetisi pasar semakin meningkat, hal ini menuntut semua pihak untuk dapat menghasilkan produk atau jasa yang terbaik dalam memenangkan persaingan. Era globalisasi telah memaksa organisasi – organisasi untuk memperhatikan dan meningkatkan kualitas produk atau jasa untuk memperhatikan dan meningkatkan kualitas produk atau jasa yang dihasilkan.
Sehubungan dengan hal tersebut selain peningkatan kualitas maka diperlukan pula inovasi dalam proses pengembangan suatu produk atau jasa, ada beberapa hal yang perlu dipahami mengenai inovasi, karena pada saat muncul fenomena berkaitan dengan perubahan system produksi dimana inovasi seringkali dikatakan bukan technology push atau demand pull secara “ hitam-putih” yang tegas namun lebih merupakan proses diantaranya dan kombinasi keduanya
Walaupun inovasi muncul sebagai event yang mengubah sesuatu secara signifikan inovasi bukan merupakan kejadian sesaat dan/atau tidak terjadi atau muncul dengan sendirinya tetapi inovasi merupakan suatu proses yang kompleks dan dinamis (dan adakalanya terkesan sporadis) yang sering menunjukkan paradoks. Walaupun inovasi didorong oleh kompetisi (persaingan), inovasi tidak berkembang tanpa kerjasama (co-operation), adakalanya bahkan antara perusahaan yang saling bersaing. Inovasi tak lagi semata hanya bergantung pada bagaimana perusahaan, perguruan tinggi dan para pembuat kebijakan bekerja, namun pada bagaimana mereka bekerjasama
Dalam menciptakan produk berkualitas dan bersifat inovatif merupakan salah satu bentuk apresiasi perbaikan produk berkelanjutan, hal ini sebagai proses pengembangan produk yang terfokus pada konsumen. Oleh karena itu kualitas produk dan pengelolaannya dikaitkan dengan perbaikan berkelanjutan dilakukan oleh banyak perusahaan agar dapat mendorong peningkatan pasar dan memenangkan persaingan.
Untuk itu QFD ( Quality Function Deployment ) yaitu pengembangan produk dengan sistem penyebaran fungsi kualitas. Adalah metode dalam menggerakan hati nurani konsumen untuk merasa bahwa kebutuhan mereka sudah tersedia, dan imbal balik yang akan diambil dari nilai ini adalah sikap fanatis terhadap produk unggulan yang berorientasi Quality Function Deployment. Maka imbas terbesar dari fanatisme konsumen akan produk yang dibutuhkan pastilah dampak nilai komersial yang akan dihasilkan perusahaan.
Dalam memenangkan persaingan maka perusahaan tidak hanya tergantung pada peningkatan kualitas dan inovasi saja tapi juga memerlukan panduan manajemen yang baik untuk membuat sebuah perusahaan menjadi unggul, ekselen, atau kelas dunia maka dengan menggunakan panduan manajemen terbaik yaitu Malcom Baldrige Criteria for Performance Excelence ( MBCFPE ) diharapkan perusahaan mampu meraih Sertifikasi Performance Excelence yang berbasis MBNQA Criteria

2. QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT ( QFD )
Quality Function Deployment ( QFD ) berasal dari bahasa Jepang Hin Shitsu Ki No Ten Kai, Hin Shitsu berarti kualitas, atribut atau feature ( Keistimewaan ) Ki No berarti fungsi atau mekanisme, dan Ten Kai, berarti penyebaran, difusi, pengembangan atau evolusi. QFD diteliti dan dikembangkan di Jepang pada permulaan tahun 1960-an oleh Profesor Shigeru Mizuno dan Yoji Akao, QFD mulai diperkenalkan di Amerika dan Eropa pada tahun 1983 dengan mengundang Yoji Akao untuk memberikan seminar di Chicago. Sampai saat ini QFD menimbulkan ketertarikan yang kuat di seluruh dunia dan menyebabkan timbulnya aplikasi baru.
Quality Function Deployment merupakan metodologi untuk menstrukturkan sistematika proses perencanaan dan pengembangan produk sehingga keinginan dan kebutuhan pelanggan dapat ditentukan dengan jelas, kemudian untuk mengevaluasi secara sistematik kemampuan produk/jasa yang telah ada dalam rangka memenuhi kebutuhan pelanggan tersebut. ( Lou Cohen , 1995)
Quality Function Deployment didefinisikan oleh Uselac ( 1995 ) sebagai : “Suatu praktek untuk mendesain proses-proses dalam suatu perusahaan untuk memberikan tanggapan kepada kebutuhan para konsumennya”.
Menurut MN. Nasution (2005) didefinisikan “Suatu proses atau mekanisme terstruktur untuk menentukan kebutuhan pelanggan dan menerjemahkan kebutuhan-kebutuhan itu kedalam kebutuhan teknis yang relevan, dimana masing-masing area fungsional dan tingkat organisasi dapat mengerti dan bertindak.”
Dari pendapat para pakar tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa Quality Function Deployment adalah sebagai suatu metode yang digunakan untuk merencanakan dan pengembangan produk yang berstruktur yang memungkinkan tim pengembang untuk menentukan kebutuhan dan keinginan konsumen dengan jelas, dan mengevaluasi setiap produk yang diinginkan atau juga kapasitas pelayanan yang diberikan secara sistematis.
2.1 Manfaat Quality Function Deployment
Beberapa manfaat dari penerapan Quality Function Deployment
1. Meningkatkan keandalan produk
2. Meningkatkan kualitas produk
3. Meningkatkan kepuasan pelanggan
4. Memperpendek time to market
5. Mereduksi biaya perancangan
6. Meningkatkan komunikasi
7. Meningkatkan produktivitas
8. Meningkatkan keuntungan perusahaan

2.2 Struktur Quality Function Deployment
Struktur Quality Function Deployment adalah House of Quality (Rumah Kualitas) adalah sebuah pembentukan matriks perencanaan produk. Matrik ini terdiri dari beberapa ruang. Adapun contoh rumah kualitas dalam bentuk jadi dapat dilihat pada gambar berikut :


Gambar 2.1 : House of Quality

2.3 Tahap Perencanaan dan Persiapan
Tahap ini merupakan persiapan dalam melakukan dan mengimplementasikan QFD. Adapun topik kuncinya meliputi:

1. Menetapkan dukungan dari seluruh organisasi: Dukungan ini haruslah berasal dari pihak manajemen, fungsional, serta anggota team QFD yang terdiri dari berbagai skill.

2. Menentukan keuntungan yang mungkin didapat: beberapa keuntungan yang dapat diperoleh oleh tim QFD antara lain untuk: 1) mengetahui kebutuhan dan keinginan konsumen, 2) mengembangkan visi anggota tim secara umum dari suatu produk, mendokumentasikan seluruh keputusan dan asumsi-asumsi selama interpretasi secara ringkas dalam bentuk house of quality, 3) meminimalkan resiko pengulangan di tengah proyek, dan 4) mempercepat perancangan produk.

3. Memutuskan siapa konsumennya: Disini didefinisikan secara jelas siapa konsumennya, mengidentifikasi semua konsumen yang potensial, serta mengidentifikasi konsumen kunci. Untuk mengidentifikasi konsumen kunci ada beberapa cara: 1). Setiap orang langsung setuju, 2). Metode matrik prioritas, 3). Metode AHP

4. Menetapkan horizon waktu: Horison waktu perlu didefinisikan secara jelas dalam proses QFD untuk membantu menjaga perencanaan yang realistis.

5. Memutuskan cakupan produk: Cakupan ini berguna untuk mendefinisikan apa-apa saja yang ada di dalam dan apa saja yang tidak ada dalam pembahasan QFD. Dengan adanya cakupan ini akan membantu anggota team untuk mengabaikan data yang tidak relevan dan memperhatikan semua ide-ide dan data yang relevan.

6. Memutuskan team dan hubungannya dengan organisasi: Team QFD yang ideal seharusnya mencakup semua perwakilan dari semua fungsi yang ada dalam perusahaan yang meliputi sales&marketing, product design, supplier/purchasing, manufacturing engineering, manufacturing production, order processing dan service. Hal ini penting untuk kesuksesan dalam perancangan produk karena semua fungsi terlibat didalamnya.

7. Membuat jadwal pelatihan QFD

8. Melengkapi fasilitas dan materialnya: Selama melakukan proses QFD diperlukan beberapa fasilitas dan material yang akan mendukungnya yang meliputi: Lokasi, ruangan, bantuan komputer, dan material pendukung yang lain.

2.4 Tahap pengumpulan Voice of customer
Pada tahap ini akan dilakukan survey untuk memperoleh suara pelanggan yang tentu membutuhkan waktu dan ketrampilan untuk mendengarkan. Proses QFD membutuhkan data konsumen yang ditulis sebagai atribut-atribut dari suatu produk atau jasa. Tiap atribut mempunyai data numerik yang berkaitan dengan kepentingan relatif atribut bagi konsumen dan tingkat performansi kepuasan konsumen dari produk yang dibuat berdasarkan atribut tadi.
Data dari konsumen dapat menunjukkan variasi pola hubungan yang mungkin tergantung bagaimana performansi kepuasan atribut dikumpulkan. Interpretasi data ini harus memperhitungkan apakah pelanggan yang di-survey menggunakan satu atau beberapa produk dan apakah sampel pelanggan terdiri atas seluruh pelanggan dari berbagai tipe atau segmen. Langkah-langkah pada tahap ini secara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Mengklasifikasi kebutuhan pelanggan:Model klien menggunakan revealed importance dan stated importance tiap atribut untuk mengklasifikasikan kebutuhan pelanggan menjadi 4 katagori:
a. Kebutuhan yang diharapkan (expected needs): High stated importance dan Low revealed importance.
b. Kebutuhan impact rendah (low-impat needs): Low stated importance dan Low revealed importance.
c. Kebutuhan impact tinggi (high-impact needs): High stated importance dan High revealed importance.
d. Kebutuhan yang tersembunyi (hidden needs): Low stated importance dan High revealed importance.

2. Mengumpulkan data-data kualitatif
Untuk membuat keputusan perancangan yang sesuai dengan kebutuhan konsumen maka produsen harus mengerti kebutuhan sesungguhnya dari konsumen. Produsen harus bisa membedakan kebutuhan konsumen sesungguhnya dengan solusi teknisnya. Untuk megumpulkan data kualitatif bisa dilakukan dengan: 1) Wawancara satu persatu, 2) Contexual Inquiry, dan 3) Wawancara focus grup.

3. Analisa data pelanggan
Proses analisa data pelanggan ini akan menghasilkan diagram afinitas, dimana langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
a. Identifikasi frase yang mewakili kebutuhan konsumen dengan menggunakan pernyataan dari pengalaman konkrit. Pada proses pembuatan diagram afinitas pernyataan konkrit ini dikembangkan menjadi atribut konsumen pada tingkat yang lebih tinggi.
b. Pilih tingkatan untuk mewakili keinginan atau kebutuhan konsumen dalam rumah kualitas (house of quality).
c. Buat diagram Afinitas. Diagram afinitas merupakan alat yang digunakan untuk mengidentifikasi informasi yang bersifat kualitatif dan terstruktur secara hierarkis (bottom up).
d. Mengurutkan frase-frase menjadi kebutuhan konsumen sesungguhnya (true customer need) menggunakan voice of customer table. Selama proses ini dikembangkan pertanyaan-pertanyaan, hal-hal yang harus dipecahkan dan ide-ide konsep produk.

4. Kuantifikasi data
Setelah diagram afinitas terbentuk maka langkah selanjutnya adalah mengkuantifikasi data. Data yang dibutuhkan untuk proses QFD adalah:
a. Kepentingan relatif dari kebutuhan-kebutuhan tersebut
b. Tingkat performansi kepuasan konsumen untuk masing-masing kebutuhan/keinginan

5. Afinity diagram
Dalam proses QFD, kebutuhan/keinginan konsumen diatur dalam diagram afinitas. Diagram afinitas digunakan untuk mengumpulkan dan mengorganisir fakta-fakta, opini dan ide-ide. Disamping itu juga memacu kreativitas yang mendorong ekspresi batas dari fakta dan opini serta kondisi perusahaan, mengelompokkan elemen-elemen informasi tersebut sesuai dengan kesamaan dan pertaliannya. Konstruksi diagram afinitas membutuhkan bentuk brainstorming dengan hasil sebuah grafik. Langkah-langkah yang biasanya dilakukan dalam pembuatan diagram afinitas adalah:
a. Memilih tema/tujuan yang mungkin ditekankan sebagai masalah
b. Mengumpulkan ide-ide (true customer needs) dan memasukkannya kedalam kartu-kartu dan disosialisasikan kepada seluruh anggota tim.
c. Mengelompokkan kartu-kartu ke suatu kotak berdasarkan kesesuaian ide. Pada langkah ini mungkin saja suatu ide tidak hanya masuk kedalam suatu kotak, tetapi juga masuk ke kotak-kotak lainnya tergantung tingkat kesesuaian terhadap pengelompokkan ide.
d. Proses sorting, dimana melakukan sorting pada langkah ketiga sehingga ide-ide benar-benar masuk pada kelompok yang sesuai.
e. Membuat nama bagi pengelompokkan ide yang telah didapat yang mewakili elemen-elemen pada suatu kelompok.
f. Melakukan leveling terhadap setiap kelompok sehingga diperoleh level mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah.

2.5 Tahap penyusunan home of quality
Menurut Cohen (1992) tahap-tahap dalam menyusun rumah kualitas adalah sebagai berikut:

1. Tahap I Matrik Kebutuhan Pelanggan, tahap ini meliputi: 1) Memutuskan siapa pelanggan, 2) Mengumpulkan data kualitatif berupa keinginan dan kebutuhan konsumen, 3) Menyusun keinginan dan kebutuhan tersebut, dan 4) Pembuatan diagram afinitas

2. Tahap II Matrik Perencanaan, tahap ini bertujuan untuk mengukur kebutuhan-kebutuhan pelanggan dan menetapkan tujuan-tujuan performansi kepuasan.

3. Tahap III Respon Teknis, pada tahap ini dilakukan transformasi dari kebutuhan-kebutuhan konsumen yang bersifat non teknis menjadi data yang besifat teknis guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.

4. Tahap IV Menentukan Hubungan Respon Teknis dengan Kebutuhan Konsumen. Tahap ini menentukan seberapa kuat hubungan antara respon teknis (tahap 3) dengan kebutuhan-kebutuhan pelanggan (tahap 1).

5. Tahap V Korelasi Teknis, tahap ini memetakan hubungan dan kepentingan antara karakterisitik kualitas pengganti atau respon teknis. Sehingga dapat dilihat apabila suatu respon teknis yang satu dipengaruhi atau mempengaruhi respon teknis lainnya dalam proses produksi, dan dapat diusahakan agar tidak terjadi bottleneck.

6. Tahap IV Benchmarking dan Penetapan Target, pada tahap ini perusahaan perlu menentukan respon teknis mana yang ingin dikonsentrasikan dan bagaimana jika dibandingkan oleh produk sejenis

2.6 Tahap analisa dan interpretasi
Tahap analisa dan interpretasi merupakan tahap teknis dan implementasi quality function deployment. Disini dilakukan analisis dan interpretasi terhadap rumah kualitas yang sudah disusun pada tahap sebelumnya. Dan bila dilanjutkan pada pembuatan suatu produk/jasa, maka akan dapat dihasilkan produk/jasa yang mempunyai karakteristik yang kuat dalam memenuhi keinginan konsumen, sehingga factor kualitas maupun unsur inovatif terpenuhi.

3. MALCOLM BALDRIGE NATIONAL QUALITY AWARD ( MBNQA )
Metode QFD telah membawa dampak yang luar biasa dalam peningkatan kualitas produk yang akhirnya bermuara pada peningkatan performance perusahaan, Sejarah telah membuktikan bahwa kemenangan dalam persaingan hanya bisa diperoleh oleh perusahaan-perusahaan ekselen (Excellence Company)
Pada era 70-an hingga awal 80-an pasar Amerika diserbu produk industry Jepang yang tadinya dianggap produk kelas dua, pelan tapi pasti Jepang berhasil “mencuri” pasar Amerika bahkan seiiring waktu Jepang tidak hanya “mencuri” tapi merebut pangsa pasar Amerika,
Dibalik keberhasilan Jepang ternyata arsitek manajemen yang tenyata adalah orang Amerika sendiri, yaitu Edward Deming dan Joseph M Juran, mereka memperkenalkan Pengendalian kualitas menggunakan diagram control, Teknik sampling statistic dan analisis Ekonomi modern kepada para manajer Jepang setelah PD II. Perusahaan Jepang kemudian memperkenalakn Konsep QCC dan TQM, kemudian konsep TQM disempurnakan dengan memasukan prinsip Kaizen, yaitu program perbaikan sepanjang waktu
Pada awal tahun 80-an masyarakat Amerika mulai resah hingga tahun 1982 dibentuklah Dewan Penasehat mutu ASQC ( Pusat Produktifitas Amerika ), tahun berikutnya diadakan konferensi yang membahas tentang penghargaan yang sama dengan Deming Prize yang ada di Jepang
Tahun 1986 dajukan usulan Undang-undang ( Bill 5321 ) tentang National Improvement Award.dan tanggal 20 Agustus 1987, presiden Ronald Reagent menanda tangani MBNQA menjadi undang-undang.
Dengan disahkannya undang-undang MBNQA diharapkan perusahan-perusahan di Amerika dapat menghambat laju pemasaran produk Jepang dan menjadi perusahaan unggul atau kelas dunia


Gambar 3.1 Strategi menuju kelas dunia

3.1 Kriteria MBNQA
Sejak dimulainya pemberian penghargaan tahun 1988. Bladrige National Quality Program telah berkembang luar biasa. Kriteria Baldrige berperan penting untuk meningkatkan kinerja perusahaan secara menyeluruh, mengadakan peningkatan secara terus menerus demi kepuasan pelanggan untuk mencapai keberhasilan di pasar dan membantu perusahaan dalam meningkatkan daya saing dengan menitikberatkan sasaran yang berorientasi pada hasil . Kriteria MBNQA meliputi tujuh sasaran yaitu :
1. Leadership
2. Strategic Planning
3. Customer & Market focus
4. Information & Analysis
5. Human Resources Focus
6. Process Management
7. Business Results

3.2 Tujuan Kriteria MBNQA
Kriteria MBNQA dapat digunakan sebagai basis untuk self-assesment, mendapatkan penghargaan, dan untuk mendapat umpan balik. Juga mempunyai tiga peran penting dalam meningkatkan daya saing perusahaan, yaitu :
1. Meningkatkan kinerja, kemampuan dan hasil-hasil suatu organisasi.
2. Memfasilitasi dan sebagai sarana tukar informasi terhadap praktisi terbaik dibidangnya.
3. Sebagai working tool untuk memahami, mengelola kinerja dan panduan dalam perencanaan dan pembelajaran.

3.3 Manfaat Penerapan MBNQA
Kelebihan Kriteria Baldrige bukan hanya menjamin berlangsungnya Continuous Improvementt, namun lebih dari itu mendorong perusahaan untuk menjadi yang terbaik. Dalam criteria Baldrige kinerja sebuah perusahaan bisa dibandingkan dengan kinerja perusahaan lain yang sejenis berdasarkan skor ( nilai ) yang diperoleh. Penilaian dilakukan lembaga yang kredibel dengan metode yang juga kredibel.Penerapan MBNQA mempunyai beberapa manfaat sebagai berikut :
1. Menillai Progress menuju World Class.
2. Membantu memberikan arahan
3. Menentukan area-area yang harus diperbaiki
4. Menentukan kekuatan-kekuatan yang sudah dimiliki
5. Menyiapkan perencanaan menyeluruh
6. Improvement
7. Perolehan Award

3.4 Core Values and Concepts
Kriteria MBNQA dibangun atas seperangkat Nilai-nilai Dasar dan Konsep. Semuanya merupakan fondasi untuk mengintegrasikan persyaratan kunci usaha yang berorientasi kepada hasil-hasil. Nilai-nilai dan konsep ini merupakan ciri-ciri dari tingkah laku yang melekat yang ditemukan pada organisasi-organisasi berkinerja tinggi, yang meliputi :
1. Visionary Leadership
2. Customer-driven Excellence
3. Organizational and Personal Learning
4. Valuing Employees and Partners
5. Agility
6. Focus on the Future
7. Managing for Innovation
8. Management by Fact
9. Social Responsibility
10. Focus on Results and Creating Value
11. Systems Perspective

3.5 Dimensi yang dinilai dalam MBNQA
Dari ke tujuh criteria dalam MBNQA dan dikaitkan dengan Core Values and Concepts maka ada beberapa dimensi penilaian dari MBNQA, yaitu

1. Pendekatan (Approach)
Menilai pendekatan dalam pemenuhan persyaratan :
a. Kesesuaian , kecocokan alat, teknik, metode
b. Kefektifan metode, dilihat derajatnya : sistematis, terintegrasi, konsistensi implementasi, evaluasi, siklus pembelajaran/perbaikan
c. Bukti adanya inovasi dalam pendekatan sesuai tipe bisnis

2. Penyebarluasan (Deployment)
Menilai seberapa luas pendekatan terhadap semua aktifitas, area yang relevan, yaitu :
a. Kecocokan dan kefektifan aflikasi :
b. Dengan produk/jasa
c. Semua transaksi dan interaksi dengan pelanggan, pemasok, karyawan.
d. Semua proses internal, kegiatan, fasilitas, karyawan

3. Hasil-hasil (Result)
Menilai hasil/dampak atas pencapaian tujuan yang dipersyaratkan :
a. Kinerja pada saat ini dan kecenderungannya
b. Perbandingan dan/atau benchmark terhadap yang sesuai
c. Tingkat, luasan, dan kepentingan peningkatan kinerja
d. Menunjukkan adanya peningkatan/mempertahankan kinerja yang baik

3.6 Kerangka Kriteria Baldrige
Adapun kerangka Kriteria Baldrige secara prespektif dapat digambarkan sebagai berikut :


Gambar 3.2 Systems Perspective

4. PENCAPAIAN PERFORMANCE EXCELLENCE BASED ON MBNQA
Pengembangan produk merupakan suatu aktifitas yang besifat pasti sesuai dengan permintaan pasar yang sering berubah berdasarkan keinginan konsumen sertta motivasi untuk melaksanakan inovasi yang bertujuan mengantisipasi persaingan yang semakin ketat karena inovasi dapat diartikan sebagai proses dan/atau hasil pengembangan dan/atau pemanfaatan / mobilisasi pengetahuan, ketrampilan ( termasuk ketrampilan teknologis ) dan pengalaman untuk menciptakan ( memperbaiki ) produk barang atau jasa, proses system baru yang memberikan nilai yang signifikan.
Pandangan tentang inovasi berkembang dari waktu kewaktu. Pemahaman sebagai “ proses sekuensial-linier” sampai mendominasi dimasa lampau. Dorongan bahwa hasil temuan ( invention / discovery / technical novelty ) merupakan sumber dan bentuk inovasi sebagai sekuen ( urut-urutan ) dimulai dari rangkaian dasar, riset terapan, litbang, manufaktur, hingga distribusi ( sering disebut Technology push ). Kemudian pandangan selanjutnya bahwa perubahan kebutuhan permintaan menjadi pemicu dari inovasi ( sering disebut demand pull ) berkembang pada periode berikutnya



Gambar 4.1: Evolusi Perspektif tentang inovasi


Namun pandangan tentang “sekuensial linier” push atau pull ( sering disebut pipeline linear model ) demikian disadari tidak sepenuhnya benar. Bahwa dalam sebagaian besar praktiknya inovasi lebih merupakan proses interaktif dan iterative, proses pembelajaran ( learning process ) yang merupakan bagian penting dalam proses social. Artinya, semakin dipahami bahwa inovasi pada umumnya tidak terjadi dalam situasi yang terisolasi. Model ini sering disebut dengan model feedback-loop atau chain-link atau model inovasi interatif atau non linier



Gambar 4.2 : Model Inovasi Chain-link



Dari uraian tentang inovasi tersebut maka dapat dikatakan bahwa suatu pengembangan produk yang inovatif adalah produk yang berbasis keingginan konsumen ( voice of custumer ), sehingga produk yang diciptakan merupakan produk yang diharapkan oleh konsumen. metode QFD mengimplementasi hal tersebut dan metode QFD sendiri merupakan salah satu upaya yang terdifinitif
Dalam pengembangan produk harus melibatkan seluruh elemen dalam perusahaan untuk melakukan komitmen dalam peningkatan kualitas atau Total Quality Management ( TQM ) adapun kategori komitmen ( Category purposes ) meliputi :

4.1 Menyediakan Kerangka Kerja Sistem Manajemen Mutu Terpadu ( Plan )
1. Membantu mencapai konsensus terhadap apa yang dibutuhkan untuk dilakukan
2. Membantu integrasi beragam upaya usaha dan manajemen mutu
3. Kriteria komprehensif, dapat diaplikasikan ke seluruh unit dan bagian diperusahaan, berdasarkan input dan tinjauan dari ratusan pakar, dan terus menerus ditingkatkan berdasarkan pengalaman

4. Membantu mendidik manajemen puncak lainnya terhadap apa yang dibutuhkan untuk sistem Manajemen Mutu Terpadu
5. Menghemat pengembangan kinerja internal


4.2 Evaluasi Diri (Check)
1. Menyediakan poenilaian yang obyektif, dipercaya dan diterima secara nasional (US), kriteria tertulis
2. Penialaian berdasarkan perbandingan keluar (benchmark) yang dapat diaplikasikan
3. Tersedianya penilaian training
4. Proses penilaian dan pelatihan meminimalkan terjadinya penyimpangan yang dikarenakan individu melakukan penilaian
5. Penialaian memandu umpan balik yang berguna untuk perbaikan
6. Menyediakan mengukur kemajuan terhadap waktu yang mana dapat dibenchmark secara internal dan eksternal
7. Penialain dilakukan dalam bisnis daripada konteks akademik.


4.3 Meningkatkan Sistem mutu Perusahaan
1. Peningkatan fokus terhadap suatu hal yang paling banyak membutuhkan
2. Promosi berbagi hal yang baik, pendekatan efektif dalam perusahaan dan di antara perusahaan-perusahaan
3. Dapat digunakan untuk mengakui kemajuan dan tingkat penguasaan melalui penghargaan internal, dan diumumkan
4. Dapat mengarahkan proses peningkatan berkesinambungan daripada peningkatan sekali saja
5. Menyediakan suatu kompetisi (contest) untuk mencari jalan keluar dan belajar pendekatan dari “Kelas Dunia”
Dengan demikian melihat proses urutan pengembangan produk yang inovatif dengan metode Quality Function Deployment ( QFD ) apabila dilakukan dengan konsekuen maka perusahan siap untuk dilakukan audit eksternal dengan tujuh criteria dengan nilai total minimal 400 poin untuk mendapatkan sertifikasi Industrial Criteria for Performance Excellence based on MBNQA criteria dari ASQC

5. KESIMPULAN
Dari paparan yang telah disampaikan maka dapat disimpulkan sebagai berikut
1. Inovasi tidak saja menyangkut tidak saja menyangkut kreatifitas gagasan namun juga berkaitan dengan potensi nilai komersial, ekonomi dan / atau sosial. Untuk menekankan perbedaannya dari pembaruan/perbaikan yang sekedar “ kreativitas biasa” ( dalam arti tidak memberikan manfaat atau dampak nyata ), beberapa pihak terkadang menyebut “inovasi yang diadopsi” atau terbukti “berhasil” secara komersial/ekonomi sebagai inovasi produktif ( productive innovation )
2. Metode Quality Function Deployment ( QFD ) merupakan salah satu uapay untuk mendukung terciptanya produk yang berbasis inovasi tidak sekedar sebagai productive innovation tetapi mempunyai manfaat atau dampak nyata, karena pengembangan produk didasarkan dari keinginan konsumen ( voice of costumer )
3. Proses pengembangan produk bisa diwujudkan apabila ada komitmen dari semua elemen manajemen perusahaan ( Total Quality Management ) sebagai persiapan pelaksanaan audit eksternal dengan tujuh criteria untuk mendapatkan sertifikasi Industrial Criteria for Performance Excellence based on MBNQA criteria dari ASQC
Tidak menutup kemungkinan dalam proses pencapaian sertifikasi Industrial Criteria for Performance Excellence based on MBNQA criteria dari ASQC terdapat beberapa kendala, yang harus dipikirkan oleh perusahaan untuk itu disarankan agar dicarikan solusinya, adapun kendala-kendala yang sering muncul adalah sebagai berikut :
1. Waktu yang dibutuhkan dalam menyususn Profil Organisasi yang mengacu kepada kriteria
2. Takut akan penilaian (fear of assessment)
3. Kurangnya para penilai yang terampil (lack of examiners trained)
4. Kecilnya pengakuan (lack of recognitioned)
5. Tidak yakin bagaimana kriteria penghargaan dan penilaian sesuai dengan manajemen mutu dan upaya perencanaan bisnis yang dipakai sekarang ( I am doing OK)
6. Kurangnya komitmen untuk menggunakan hasil-hasil untuk peningkatan (lack of commitment)

REFERENSI
Chris Denove dan James D. 2007, Power IV, “Satisfaction”, PT Gramedia, Jakarta
Cohen, Lou ,1995. Quality Function Deployment : How To Make QFD work for you. Addison – Wisley Publishing Company, INC.
Dale, GB, 1994 “ManagingQuality, Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall International Inc.
Ferry Suzantho, 2008 “Excellence Performance Measurement Using MBNQA Criteria Lembaga Teknik dan Manajemen Industri : ITB Bandung
Fiegenbaum. A.V. 1991, “Total Quality Control, Third Edition Revised”, McGraw-Hill Book Companies
Goetsch dan Davis ,1997, “Introduction to Total Quality: Quality, Productivity and Competitiveness”, Englewood cliffs, New jersey; Prentice HallInt. Inc.
ISO ( 1994 ), ISO 9001 : “Quality System: Model for Quality Assurance in Design, Development, Production, Installation and Servicing, Guideline Switzerland: ISO
Juran, J.M. and Gryna, F.M. 1991, Quality Planning and Analysis, Third Edition), McGraw-Hill Book Companies
MN Nasution, 2005, “Manajemen Mutu Terpadu”, Total Quality Manajemen” Ghalia Indonesia, Bogor
Ranupandoyo, Hejarkhman, 1991, “ Manajemen Produksi” FE, UGM, Yogyakarta
Tatang A Taufik 1991, “ Meningkatan peran Perguruan Tinggi dalam memperkuat system inovasi” Orasi Ilmiah, STT Wastukancan,
Usellac,S, 1995. “ Zen Leadership : The Human Side of Total Quality Team Management”, Ohio: Mohican
Vivianne Bouchereau and Hefin Rowlands, 2000, Metods and techniques to help quqlity function deployment ( QFD ), Benchmarking An International Journal, Vol. 7 No. 1, pp 8-9, MCB University Press, 1463-5771
Vincent Gaspersz , 2000, Sekilas perjalanan pemenang MBNQA, Lean Six Sigma Blackbelt










2 komentar:

  1. Pak ajari ngapa tentang membuat blog yang keren itu.... kami dari teknik 2008 jurusan teknik industri unipa surabaya yang sangat demen dengan cara mengajarnya bapak yang ganteng......

    BalasHapus
  2. kren banget pak. sukses selalu.

    BalasHapus