Senin, 15 Juni 2009

SATISFACTION

SATISFACTION
Bagaimana Setiap Perusahaan Hebat Mendengarkan Suara Konsumennya

Sebuah karya yang didedikasikan kepada J, David Power III, yang merupakan pendiri perusahaan J.D. Power and Associates, yang merupakan pemimpin yang penuh inspirasi dan ayah dari James Power dan Bapak bagi Chris Denove, penulis dari buku ini. Buku ini banyak memaparkan contoh-contah nyata tentang pentingnya peranan kepuasan konsumen, dan menurut saya buku ini merupakan bacaan penting bagi para pengusaha atau pelaku bisnis, agar mendapatkan inspirasi untuk memajukan perusahaan atau bisnisnya, dikupas dengan bahasa yang lugas dan mudah dimengerti.

Dalam buku ini ada tujuh belas contoh kasus seputar pelanggan, didalamnya diberikan gambaran bagaimana seharusnya melayani pelanggan. Banyak Perusahaan terus-menerus berkicau, baik dalam periklanan maupun pemasarannya, bahwa mereka adalah yang terbaik dalam hal kepuasan konsumen, namun dalam banyak kasus, klaim ini tak lebih dari sekedar ucapan kosong belak. Oleh karena itu sebagian dari misi di J.D Power Associates adalah mengukur kepuasan konsumen, disini memilki cukup pengetahuan tenyang siapa yang hanya bisa berbicara, dan siapa yang benar-benar melakukan apa yang dibicarakan.

Perkembangan teknologi telah mendorong munculnya perubahan dinamika yang berhubungan dengan konsumen, dengan bantuan teknologi banyak perusahaan besar melakukan pemahaman terhadap apa yang di inginkan konsumennya, seperti Dell, USSA dan lainnya, contoh nyata adalah Wal-Mart ( perusahaan terbesar di dunia ), orang memang akan sulit membayangkan bahwa Wall-Mart pada tahun 1990-an hanyalah merupakan peusahaan milik keluarga yang berskala kecil, tetapi dalam kiprahnya Wall-Mart sering kali lebih memahami para pelangganya ketimbang bisnis ritelnya dan mereka mengubah informasi tersebut menjadi keuntungan dengan memberikan apa yang dimaui oleh pelanggan ketika mereka menginginkanya. Kunci menuju kesuksesan jangka panjang terletak pada kepuasan konsumen. Puaskanlah kebutuhan para pelanggan dan Anda akan dapat mengenakan harga premium. Lakukanlah pekerjaan yang buruk mengenai kepuasan konsumen dan beriaplah untuk kehilangan penjualan. Semua sederhana saja.

Sebagaimana yang telah ditulis, Alvin Toffler, dalam bukunya yang berjudul Power Shift, Era informasi telah mengubah basis kekuatan secara mendalam. Konsumen bukanlah lagi penerima produk yang bersifat pasif, mereka telah menjadi sebuah kekuatan baru berkat bantuan internet dan ketersediaan informasi. Berbekal pengetahuan dan data yang terkumpul dari begitu banyak sumber yang belum pernah ada dimasa lampau para pembeli produk otomotif, pasien rumah sakit, dan tamu hotel tidak lagi bersedia kompromi. Mereka memiliki harapan-harapan yang tinggi dengan dukungan data-data tersebut. Suara konsumen saat ini jauh lebih nyaring dan jelas dari sebelumnya, dan kita harus memberikan perhatian pada mereka.

Kita sama-sama mengetahui bahwa kita semua adalah konsumen dan kita menginginkan hal yang sama dalam kehidupan sehari-hari : diperlakukan dengan sopan, efisiensi, empati, dan jika sedikit beruntung, mendapatkan senyum ramah yang tulus. Tugas terberat sebuah perusahaan adalah menginspirasikan keinginan untuk berubah, ini keseluruh bagian organisasi, memperoleh komitmen yang serius dan nyata dari manajemen untuk menjadikan kepuasan konsumen sebagai pondasi penting dari budaya perusahaan.

Penulis juga memilah dunia konsumen menjadi tiga kategori pertama : Advocate, dimana perusahan harus mampu menciptakan pelayanan berkualitas yang melebihi harapan konsumen dan mampu memberikan pengalaman yang berkesan, konsumen kategori ini sangat sulit untuk berpindah dalam kata lain sangat loyal dan beersedia menanggung ktidak nyamanan dalam membeli produk dan jasa, serta memppunyai kecenderungan untuk mempengaruhi orang lain dan menceriterakan pengalamannya kepada siapapun yang mau mendengarnya, kedua Apathetic, yaitu apabila perusahaan hanya memenuhi harapan dasar mereka, meskipun mereka mempunyai kecenderungan untuk loyal tetapi mereka tidak bersedia untuk menanggung ketidak nyamanan dan sangat rawan terhadap kemajuan pesaing serta akan menutup mulutnya dan cenderung akan berbicara pengalaman konsumsinya baik ataupun buruk. Ketiga Assassin, bila kita gagal memenuhi harapan dasar yang ditetapkan oleh konsumen dalam sebuah industri, sehingga mereka aktif mencari alternatif lain dan akan beralih meskipun mereka harus membayar lebih atau menanggung kesulitan atau menanggungkesulitan dalam proses peralihan menuju pesaing. Sikap mereka akan vocal dan merusak merek produk dengan membujuk orang lain untuk tidak berbisnis dengan perusahaan. Pengalaman dari Penulis menunjukan bahwa seorang assassin memiliki kemungkinan 50 % lebih besar untuk menceriterakan pengalaman buruknya dari pada seorang advocate menyebarkan pengalaman menjualnya.

Buku ini ditutup dengan Pengukuran Kecakapan VOC, dengan mengunjungi jdpower.com/VOC/test. Maka dengan mengikuti petunjuk-petunjuknya dalam waktu kurang dari lima belas menit akan dipaparkan seberapa bagus kinerja perusahaan kita.


Data Buku
JuduL :
SATISFACTION, Bagaimana Setiap Perusahaan Hebat Mendengarkan Suara Konsumennya
Penulis : Chris Denove dan James D Power IV
Alih Bahasa : Riga Ponziani
Penerbit : PT Elex Media Komputindo th 2007
EMK : 234070819
ISBN : 978-979-27-0625-3
Ukuran buku : 150 mm x 230 mm

Senin, 08 Juni 2009

BUDAYA KORPORAT DAN KEUNGGULAN KORPORASI


Korporasi bukanlah hal baru, tapi saat ini menjadi suatu isu baru seiring dengan perkembangan dunia usaha di Indonesia yang "dipakasa" untuk berubah, dengan perubahan suasana polotiok yang dinamis, sampai saat begitu banyak perusahaan-perusahaan yang beralih kepemilikan yang mendorong terjadinya denasionalisasi, yang menyebabkan runtuhnya dunia industri (deindustrialisasi ) terutama perusahan-peruasahaan yang menerapkan pemahaman padat karya yang memicu terjadinya ledakan pengangguran. Penyebab lain terjadinya deindustrialisasi adalah melemahnya daya saing sektor industri kita, berbagai solusi ditawarkan, dan ide untuk keluar dari permasalahan bayak diuji cobakan, tapi banyak pula yang belum dapat menyentuh akar permasalahan yang ada.

Dr. Djokosantoso Moeljono menawarkan solusi yang didasarkan dari hasil riset untuk membangun korporasi agar lebih baik, penulis lebih banyak menyoroti kepada hal yang lebih mendasar yaitu, budaya, karena disadari atau tidak krisis ekonomi akan berdampak sangat kuat terhadap terjadinya krisis budaya, maka kita perlu membangun budaya, bukan berarti kita tidak mempunyai budaya, tetepi budaya yang ada belum mampu untuk menghadapi kenyataan bangsa, karena itu perlu pengembangan budaya yang berbeda, yang menjadi budaya yang kuat dari bangsa yang berbeda. Membangun budaya bangsa tidak bisa dilaksanakan secara serta merta, melainkan melalui unit-unit kecil, yaitu organisasi-organisasi didalam negara-bangsa Indonesia, tidak terkecuali organisasi bisnis, pemerintahan, dan nirlabanya, mempunyai budaya organisasi yang kuat, maka secara agregat akan membentuk Indonesia sebagai suatu organisasi negara-bangsa yang kuat pula.

Budaya telah menjadi konsep penting dalam memahami masyarakat dan kelompok manuisa untuk waktu yang lama, sedang terminologi tentang budaya korporat, tampaknya tidak dapat didefinisikan secara singkat. Ada beberapa deskripsi yang menjelaskan hal itu. Budaya korporat, atau juga dikenal dengan istilah budaya kerja, merupakan nilai-nilai dominan yang disebar luaskan di dalam organisasi di dalam organisasi dan di acu sebagai filosofi kerja karyawan. Hal penting yang perlu ada dalam definisi budaya korporat adalah suatu sistem nilai-nilai yang dirasakan maknanya oleh seluruh orang dalam organisasi. Selain dipahami, seluruh jajaran meyakini sistem nilai-nilai tersebut sebagai landasan gerak organisasi. Dari sisi fungsi, budaya korporat mempunyai bbeberapa fungsi, pertama, budaya korporat mempunyai fungsi pembeda, kedua, budaya korporat membawa rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi, Ketiga, budaya korporat mempermudah timbul pertumbuhan komitmen pada suatu yang lebih luas dari pada kepentingan diri individual. Keempat, budaya korporat meningkatkan kemantapan sistem sosial.

Selanjutnya penulis, mengatakan sumbangan efektif dari budaya korporat dapat diuraikan sebagai berikut : Integritas, faktor integritas yang dimaksud mencakup perilaku-perilaku yang tercermin seperti bertakwa, penuh dedikasi, jujur, selalu menjaga kehormatan dan nama baik, sert taat pada kode etik yang berlaku. Profesionalisme, faktor ini sangat d9ominan pengaruhnya terhadap etos kerja serta pemberdayaan karyawan secara internal. Keteladanan merupakan faktor dengan sumbangan efektif terendah. Keteladanan hanya berpengaruh dan terasa pada ketekunan melaksanakan pekerjaan saja, yang indikatornya adalah etos kerja. Pengharagaan pada sumber daya manusia, faktor ini mencakup perilaku-perilaku yang tercermin, seperti proses merektrut, mengembangkan, dan mempertahankan sumber daya manusia yang berkualitas, sekaligus memperlakukan karyawan berdasarkan kepercayaan, keterbukaan, keadilan dan saling menghargai, memgembangkan sikap kerja sama dan kemitraa, memberikan penghargaan berdasarkan hasil kerja individu dan kelompok. Dikatakan pula oleh penulis tentang kriteria bagi budaya korporat. Kriteria pertama, adalah baik, Budaya yang baik adalah budaya yang sesuai dengan dan dikembangkan dari nilai-nilai yang ada di dalam warganya. Budaya perusahaan yang baik adalah bahwa yang dibuat adalah budaya, dan bukan peraturan perusahaan. Kriteria kedua adalah kuat, budaya perusahaan haruslah mampu menjadikan budaya perusahaan itu sendiri mampu bekerja dalam perusahaan. Budaya perusahaan adalah sistem nilai-nilai yang diyakini semua anggota organisasi dan yang dipelajari, diterapkan, serta dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai sistem perekat, dan dapat dijadikan acuan berperilaku dalam organisasi untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan. Kriteria ketiga, adalah apakah nilai budaya tersebut diterapkan. untuk mempercepat dan mempertahankan proses implementasi nilai budaya, penulis melihat ada lima hal yang perlu dijadika agenda, yaitu : Konsistensi, Disiplin, Dirawat atau dipelihara, Pewarisan dari generasi ke generasi, Di[perkuat oleh sistem.

Hal baru yang diuraikan oleh penulis dalam edisi ke empat ini adalah tentang Good Corporate Culture ( GCC ), dimana perusahaan yang saat ini telah menerapkan Good Corporate Governance ( CG ) pada hematnya perlu menerapkan konsep baru lainya yaitu GC. Hubungan GCC sangatlah erat. Dapat dikatakan bahwa GCG merupakan sisi tampak dari perusahaan, yang dapat dilihat dari nilai-nilai pokok yang dirumuskan Forum GCG Indonesia tentang GCG, sedang GCC merupakan sisi dalam atau sisi nilai dari pengelolaan korporasi, atau menjadi bagian hulu dari GCG dengan muatanya yang fokus pada basic values dari pengelolaan korporasi yang kemudian diturunkan melalui sistem. Jadi GCC merupakan inti dari organisasi perusahaan atau dapat pula dikatakan sebagai ruh atau jiwa dari suatu lembaga

Sebuah usulan yang di kedepankan oleh penulis kepada khalayak akademisi bahwa barangkali ada sisi lain dari perusahaan yang penting, namun kurang mendapatkan perhatian yang memadai yaitu budaya perusahaan Penulis sendiri mengakui bahwa hal itu wajar mengingat budaya ibarat bagian yang terbenam dari suatu guning es,. Gagasan untuk mengembangkan GCC bukalnlah upaya untuk mengalahkan GCG melainkan dalam konteks agar GCG dapat berjalan dengan lebih efektif dan juga agar manajemen perusahaan dapat semakin profesional, hubungan dengan lingkungan menjadi positif dan keungguln korporasi dapat dibangun dan dipetahankan. Ini adalah tantangan baru yang akan kita jawab pada masa-masa mendatang.
Data Buku
JUDUL:Budaya Korporat dan Keunggulan Korporasi
PENULIS: Dr. Djokosantoso MoeljPTono
PENERBIT: PT Elex Media Komputindo
ISBN: 979-20-4150-8
TEBAL: 244 halaman: 140 x 210 mm.
CETAKAN: IV- 2004