Korporasi bukanlah hal baru, tapi saat ini menjadi suatu isu baru seiring dengan perkembangan dunia usaha di Indonesia yang "dipakasa" untuk berubah, dengan perubahan suasana polotiok yang dinamis, sampai saat begitu banyak perusahaan-perusahaan yang beralih kepemilikan yang mendorong terjadinya denasionalisasi, yang menyebabkan runtuhnya dunia industri (deindustrialisasi ) terutama perusahan-peruasahaan yang menerapkan pemahaman padat karya yang memicu terjadinya ledakan pengangguran. Penyebab lain terjadinya deindustrialisasi adalah melemahnya daya saing sektor industri kita, berbagai solusi ditawarkan, dan ide untuk keluar dari permasalahan bayak diuji cobakan, tapi banyak pula yang belum dapat menyentuh akar permasalahan yang ada.
Dr. Djokosantoso Moeljono menawarkan solusi yang didasarkan dari hasil riset untuk membangun korporasi agar lebih baik, penulis lebih banyak menyoroti kepada hal yang lebih mendasar yaitu, budaya, karena disadari atau tidak krisis ekonomi akan berdampak sangat kuat terhadap terjadinya krisis budaya, maka kita perlu membangun budaya, bukan berarti kita tidak mempunyai budaya, tetepi budaya yang ada belum mampu untuk menghadapi kenyataan bangsa, karena itu perlu pengembangan budaya yang berbeda, yang menjadi budaya yang kuat dari bangsa yang berbeda. Membangun budaya bangsa tidak bisa dilaksanakan secara serta merta, melainkan melalui unit-unit kecil, yaitu organisasi-organisasi didalam negara-bangsa Indonesia, tidak terkecuali organisasi bisnis, pemerintahan, dan nirlabanya, mempunyai budaya organisasi yang kuat, maka secara agregat akan membentuk Indonesia sebagai suatu organisasi negara-bangsa yang kuat pula.
Budaya telah menjadi konsep penting dalam memahami masyarakat dan kelompok manuisa untuk waktu yang lama, sedang terminologi tentang budaya korporat, tampaknya tidak dapat didefinisikan secara singkat. Ada beberapa deskripsi yang menjelaskan hal itu. Budaya korporat, atau juga dikenal dengan istilah budaya kerja, merupakan nilai-nilai dominan yang disebar luaskan di dalam organisasi di dalam organisasi dan di acu sebagai filosofi kerja karyawan. Hal penting yang perlu ada dalam definisi budaya korporat adalah suatu sistem nilai-nilai yang dirasakan maknanya oleh seluruh orang dalam organisasi. Selain dipahami, seluruh jajaran meyakini sistem nilai-nilai tersebut sebagai landasan gerak organisasi. Dari sisi fungsi, budaya korporat mempunyai bbeberapa fungsi, pertama, budaya korporat mempunyai fungsi pembeda, kedua, budaya korporat membawa rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi, Ketiga, budaya korporat mempermudah timbul pertumbuhan komitmen pada suatu yang lebih luas dari pada kepentingan diri individual. Keempat, budaya korporat meningkatkan kemantapan sistem sosial.
Selanjutnya penulis, mengatakan sumbangan efektif dari budaya korporat dapat diuraikan sebagai berikut : Integritas, faktor integritas yang dimaksud mencakup perilaku-perilaku yang tercermin seperti bertakwa, penuh dedikasi, jujur, selalu menjaga kehormatan dan nama baik, sert taat pada kode etik yang berlaku. Profesionalisme, faktor ini sangat d9ominan pengaruhnya terhadap etos kerja serta pemberdayaan karyawan secara internal. Keteladanan merupakan faktor dengan sumbangan efektif terendah. Keteladanan hanya berpengaruh dan terasa pada ketekunan melaksanakan pekerjaan saja, yang indikatornya adalah etos kerja. Pengharagaan pada sumber daya manusia, faktor ini mencakup perilaku-perilaku yang tercermin, seperti proses merektrut, mengembangkan, dan mempertahankan sumber daya manusia yang berkualitas, sekaligus memperlakukan karyawan berdasarkan kepercayaan, keterbukaan, keadilan dan saling menghargai, memgembangkan sikap kerja sama dan kemitraa, memberikan penghargaan berdasarkan hasil kerja individu dan kelompok. Dikatakan pula oleh penulis tentang kriteria bagi budaya korporat. Kriteria pertama, adalah baik, Budaya yang baik adalah budaya yang sesuai dengan dan dikembangkan dari nilai-nilai yang ada di dalam warganya. Budaya perusahaan yang baik adalah bahwa yang dibuat adalah budaya, dan bukan peraturan perusahaan. Kriteria kedua adalah kuat, budaya perusahaan haruslah mampu menjadikan budaya perusahaan itu sendiri mampu bekerja dalam perusahaan. Budaya perusahaan adalah sistem nilai-nilai yang diyakini semua anggota organisasi dan yang dipelajari, diterapkan, serta dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai sistem perekat, dan dapat dijadikan acuan berperilaku dalam organisasi untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan. Kriteria ketiga, adalah apakah nilai budaya tersebut diterapkan. untuk mempercepat dan mempertahankan proses implementasi nilai budaya, penulis melihat ada lima hal yang perlu dijadika agenda, yaitu : Konsistensi, Disiplin, Dirawat atau dipelihara, Pewarisan dari generasi ke generasi, Di[perkuat oleh sistem.
Hal baru yang diuraikan oleh penulis dalam edisi ke empat ini adalah tentang Good Corporate Culture ( GCC ), dimana perusahaan yang saat ini telah menerapkan Good Corporate Governance ( CG ) pada hematnya perlu menerapkan konsep baru lainya yaitu GC. Hubungan GCC sangatlah erat. Dapat dikatakan bahwa GCG merupakan sisi tampak dari perusahaan, yang dapat dilihat dari nilai-nilai pokok yang dirumuskan Forum GCG Indonesia tentang GCG, sedang GCC merupakan sisi dalam atau sisi nilai dari pengelolaan korporasi, atau menjadi bagian hulu dari GCG dengan muatanya yang fokus pada basic values dari pengelolaan korporasi yang kemudian diturunkan melalui sistem. Jadi GCC merupakan inti dari organisasi perusahaan atau dapat pula dikatakan sebagai ruh atau jiwa dari suatu lembaga
Sebuah usulan yang di kedepankan oleh penulis kepada khalayak akademisi bahwa barangkali ada sisi lain dari perusahaan yang penting, namun kurang mendapatkan perhatian yang memadai yaitu budaya perusahaan Penulis sendiri mengakui bahwa hal itu wajar mengingat budaya ibarat bagian yang terbenam dari suatu guning es,. Gagasan untuk mengembangkan GCC bukalnlah upaya untuk mengalahkan GCG melainkan dalam konteks agar GCG dapat berjalan dengan lebih efektif dan juga agar manajemen perusahaan dapat semakin profesional, hubungan dengan lingkungan menjadi positif dan keungguln korporasi dapat dibangun dan dipetahankan. Ini adalah tantangan baru yang akan kita jawab pada masa-masa mendatang.
Data Buku
Dr. Djokosantoso Moeljono menawarkan solusi yang didasarkan dari hasil riset untuk membangun korporasi agar lebih baik, penulis lebih banyak menyoroti kepada hal yang lebih mendasar yaitu, budaya, karena disadari atau tidak krisis ekonomi akan berdampak sangat kuat terhadap terjadinya krisis budaya, maka kita perlu membangun budaya, bukan berarti kita tidak mempunyai budaya, tetepi budaya yang ada belum mampu untuk menghadapi kenyataan bangsa, karena itu perlu pengembangan budaya yang berbeda, yang menjadi budaya yang kuat dari bangsa yang berbeda. Membangun budaya bangsa tidak bisa dilaksanakan secara serta merta, melainkan melalui unit-unit kecil, yaitu organisasi-organisasi didalam negara-bangsa Indonesia, tidak terkecuali organisasi bisnis, pemerintahan, dan nirlabanya, mempunyai budaya organisasi yang kuat, maka secara agregat akan membentuk Indonesia sebagai suatu organisasi negara-bangsa yang kuat pula.
Budaya telah menjadi konsep penting dalam memahami masyarakat dan kelompok manuisa untuk waktu yang lama, sedang terminologi tentang budaya korporat, tampaknya tidak dapat didefinisikan secara singkat. Ada beberapa deskripsi yang menjelaskan hal itu. Budaya korporat, atau juga dikenal dengan istilah budaya kerja, merupakan nilai-nilai dominan yang disebar luaskan di dalam organisasi di dalam organisasi dan di acu sebagai filosofi kerja karyawan. Hal penting yang perlu ada dalam definisi budaya korporat adalah suatu sistem nilai-nilai yang dirasakan maknanya oleh seluruh orang dalam organisasi. Selain dipahami, seluruh jajaran meyakini sistem nilai-nilai tersebut sebagai landasan gerak organisasi. Dari sisi fungsi, budaya korporat mempunyai bbeberapa fungsi, pertama, budaya korporat mempunyai fungsi pembeda, kedua, budaya korporat membawa rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi, Ketiga, budaya korporat mempermudah timbul pertumbuhan komitmen pada suatu yang lebih luas dari pada kepentingan diri individual. Keempat, budaya korporat meningkatkan kemantapan sistem sosial.
Selanjutnya penulis, mengatakan sumbangan efektif dari budaya korporat dapat diuraikan sebagai berikut : Integritas, faktor integritas yang dimaksud mencakup perilaku-perilaku yang tercermin seperti bertakwa, penuh dedikasi, jujur, selalu menjaga kehormatan dan nama baik, sert taat pada kode etik yang berlaku. Profesionalisme, faktor ini sangat d9ominan pengaruhnya terhadap etos kerja serta pemberdayaan karyawan secara internal. Keteladanan merupakan faktor dengan sumbangan efektif terendah. Keteladanan hanya berpengaruh dan terasa pada ketekunan melaksanakan pekerjaan saja, yang indikatornya adalah etos kerja. Pengharagaan pada sumber daya manusia, faktor ini mencakup perilaku-perilaku yang tercermin, seperti proses merektrut, mengembangkan, dan mempertahankan sumber daya manusia yang berkualitas, sekaligus memperlakukan karyawan berdasarkan kepercayaan, keterbukaan, keadilan dan saling menghargai, memgembangkan sikap kerja sama dan kemitraa, memberikan penghargaan berdasarkan hasil kerja individu dan kelompok. Dikatakan pula oleh penulis tentang kriteria bagi budaya korporat. Kriteria pertama, adalah baik, Budaya yang baik adalah budaya yang sesuai dengan dan dikembangkan dari nilai-nilai yang ada di dalam warganya. Budaya perusahaan yang baik adalah bahwa yang dibuat adalah budaya, dan bukan peraturan perusahaan. Kriteria kedua adalah kuat, budaya perusahaan haruslah mampu menjadikan budaya perusahaan itu sendiri mampu bekerja dalam perusahaan. Budaya perusahaan adalah sistem nilai-nilai yang diyakini semua anggota organisasi dan yang dipelajari, diterapkan, serta dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai sistem perekat, dan dapat dijadikan acuan berperilaku dalam organisasi untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan. Kriteria ketiga, adalah apakah nilai budaya tersebut diterapkan. untuk mempercepat dan mempertahankan proses implementasi nilai budaya, penulis melihat ada lima hal yang perlu dijadika agenda, yaitu : Konsistensi, Disiplin, Dirawat atau dipelihara, Pewarisan dari generasi ke generasi, Di[perkuat oleh sistem.
Hal baru yang diuraikan oleh penulis dalam edisi ke empat ini adalah tentang Good Corporate Culture ( GCC ), dimana perusahaan yang saat ini telah menerapkan Good Corporate Governance ( CG ) pada hematnya perlu menerapkan konsep baru lainya yaitu GC. Hubungan GCC sangatlah erat. Dapat dikatakan bahwa GCG merupakan sisi tampak dari perusahaan, yang dapat dilihat dari nilai-nilai pokok yang dirumuskan Forum GCG Indonesia tentang GCG, sedang GCC merupakan sisi dalam atau sisi nilai dari pengelolaan korporasi, atau menjadi bagian hulu dari GCG dengan muatanya yang fokus pada basic values dari pengelolaan korporasi yang kemudian diturunkan melalui sistem. Jadi GCC merupakan inti dari organisasi perusahaan atau dapat pula dikatakan sebagai ruh atau jiwa dari suatu lembaga
Sebuah usulan yang di kedepankan oleh penulis kepada khalayak akademisi bahwa barangkali ada sisi lain dari perusahaan yang penting, namun kurang mendapatkan perhatian yang memadai yaitu budaya perusahaan Penulis sendiri mengakui bahwa hal itu wajar mengingat budaya ibarat bagian yang terbenam dari suatu guning es,. Gagasan untuk mengembangkan GCC bukalnlah upaya untuk mengalahkan GCG melainkan dalam konteks agar GCG dapat berjalan dengan lebih efektif dan juga agar manajemen perusahaan dapat semakin profesional, hubungan dengan lingkungan menjadi positif dan keungguln korporasi dapat dibangun dan dipetahankan. Ini adalah tantangan baru yang akan kita jawab pada masa-masa mendatang.
Data Buku
JUDUL:Budaya Korporat dan Keunggulan Korporasi
PENULIS: Dr. Djokosantoso MoeljPTono
ISBN: 979-20-4150-8
TEBAL: 244 halaman: 140 x 210 mm.
CETAKAN: IV- 2004